Aceh Utara, Bidikindonesia.com Seperti syair yang sering terdengar dilantunkan oleh para penyair dan seniman di Aceh, “Adat bak Poteumeureuhom, hukom bak Syiah Kuala, Qanun Bak Putroe Phang, Reusam Bak Laksamana.
Rangkuman kata-kata tersebut, dan dilantunkan menjadi sebuah syair yang memiliki makna sangat mendalam, Artinya “(Adat mengacu kepada almarhum (Iskandar Muda), hukum kepada Syiah Kuala, Qanun kepada Putri Pahang, Reusam kepada Laksamana (Malahayati).
Begitu tertipnya, pengaturan dan wewenang yang di terapkan semasa kejayaan Kerajaan Aceh Iskandar Muda masa itu, hingga terkenal ke seluruh penjuru Dunia, serta adat-istiadat dan jasa para pahlawan tersebut, masih di kenang sampaikan saat ini.
“Namun tak jauh berbedanya dengan wewenang dan penerapan terhadap Biokrasi kepemerintahan di jaman sekarang, seperti yang berkaitan dengan pemeriksaan atau Audit keuangan negara. ada Inspektorat, BPK dan KPK, begitu juga dengan Peristiwa Kriminalitas atau pelanggaran KUHP.
Itu bagian dari tugas kepolisian, bagian Kejaksaan dan Pengadilan untuk menuntut serta mentukan hukumannya, pihak (TNI), sebagai benteng Negara, Satpol-PP sebagai keamanan dan ketertiban.
Kalau yang Berkaitan dengan Pelanggaran menabrak hukum-hukum KUHP, di tangani oleh pihak Aparat penegak hukum (APH) dan pelanggaran Qanun Aceh di tangani Oleh pihak (Satpol-PP dan WH).
“Tetapi Pelanggaran dan hilangnya Adat-Istiadat di Masyarakat kabupaten Aceh Utara. “Siapa? yang peduli, “Tanya Syekh Mahmuddin Syareh seorang tokoh Adat di salah satu Gampong dalam kecamatan Samudera, kabupaten Aceh Utara.
Lanjutnya, sesuai khususan Aceh daerah otonom khusus dan amanah UUPA, telah dibentuk Majelis Adat Aceh (MAA) di setiap kabupaten/kota di Provinsi Aceh Termasuk di kabupaten Aceh Utara.
Dengan terbentuknya lembaga (MAA) itu, berguna untuk menjaga dan melestarikan Adat-Istiadat dan budaya-budaya Aceh yang di wariskan oleh leluhur dan nenek Monyang kita bersama.”Terang Syekh Mahmud.
“Sejak beberapa tahun terakhir ini, seiring berjalannya masa dan perkembangan serta kemajuan zaman yang serba internet, sehingga Warga pun di sebut WargaNet, yang segala sesuatunya berpedoman pada internet lewat Sosial Media (MEDSOS), dan kurangnya kepedulian dari pihak (MAA) serta tokoh-tokoh Adat di tingkat kecamatan dan Gampong di kabupaten Aceh Utara khususnya.
Sangat di khawatirkan, Adat-istiadat dan budaya-budaya Aceh yang dulunya sempat mencuhur hingga belahan dunia, sedikit demi sedikit akan segera punah, bila para Pemangku Adat di Aceh Utara, terkasan diam dan duduk manis saja di kursi lembaga adat atau (MAA).
Salah satu buktinyata sangat jelas terlihat, beberapa contoh adat-istiadat dan budaya Aceh, yang saat ini hampir hilang di masyarakat, “Misalnya pelaksanaan adat Keunduri Troen U Blang, Keunduri Glee, Tulak Bala, Peutron Aneuk, Keumunjoeng, Rapa’i daboeh dan Meuduek Pakat, “Hampir semua aktivitas tersebut sudah sangat jarang terlihat di lakukan oleh masyarakat di Gampong-gampong dalam kabupaten Aceh Utara sekarang ini.”Pukas Syekh Mahmud.
Hal ini, menjadi pertanyaan besar baginya, mengapa pihak MAA kabupaten Aceh Utara tidak melakukan sesuatu untuk menanggulangi persoalan tersebut, ketika adat istiadat dan budaya-daya Aceh di masyarakat hampir punah, pihak pemerintah Aceh Utara di harapkan jangan seperti menonton FLM Horor , dan ia berharap agar pihak MAA juga untuk sedikit peduli padat Adat istiadat.
Dan Syekh Mahmud juga bertanya dengan Bahasa Pantoennya kepada MAA Aceh Utara “Nyoe Gadoeh Aneuk Meupat Jeurat’ Nyoe Gadoeh Adat Meupat Tamita Loem Teuma”, semberi menuntup pembicaraannya.
“Sementara itu, Sekretariat Majelis Adat (MAA) kabupaten Aceh Utara RAHMADI, SE, ketika di konfirmasi Awak media ini, diruang kerjanya mengatakan jumlah anggaran yang di kelola oleh pihak MAA, paling sedikit dibandingkan dinas lain di kabupaten Aceh Utara.
Dari jumlah anggaran Rp 1, 13 Milyar itu, lebih kurang Rp 900 juta di antaranya untuk honorarium para petugas di kantor MAA kabupaten Aceh Utara, jadi kita kualahan juga dengan keterbatasan anggaran yang tersedia, bagaimana bisa kita tingkatkan promosi Adat-Istiadat kepada masyarakat jika anggaran nya sangat terbatas.”Terang Rahmadi.
ia juga berharap, kepada semua pihak untuk saling menjaga, saling peduli, terhadap Adat-Istiadat dan budaya-budaya Aceh, yang hampir punah di tengah-tanggah masyarakat Aceh Utara khususnya, tidak akan jalan sebagaimana yang kita harapkan, bila persoalan Adat-Istiadat ini, dikembangkan oleh pihak MAA semata, “kita butuh peran masyarakat dan kepedulian dari pemkab Aceh Utara dalam hal ini.”Tutup Rahmadi
“Berdasarkan Penulusuran media ini pada Aplikasi (SIRUP-LKPP) terlihat Angaran dana untuk Lembaga Majelis Adat Aceh (MAA) kabupaten Aceh Utara tahun anggaran 2023, sebesar Rp 1,13 Milyar, dibagikan dalam 88 Pengadaan barang dan jasa.[detikAceh]