Perjuangan Sanggar Muda Seudang Paloh Raya di PKA ke-8

Perjuangan Sanggar Muda Seudang Paloh Raya di PKA ke-8

BANDA ACEH, Bidikindonesia.com Pagelaran Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) ke-8 tahun 2023 berhasil menyedot ratusan ribu penonton dari seluruh penjuru Aceh dan nusantara. Sejak hari pertama digelar tanggal 4 hingga berakhir pada 12 November lalu, panggung utama di Taman Ratu Safiatuddin Banda Aceh selalu meriah, karena menyuguhkan pertunjukan seni tradisi dari 23 kabupaten/kota yang ditunggu-tunggu masyarakat.

Salah satu pertunjukan menarik adalah Rapai Puloet Geurimpheng yang dimainkan Sanggar Muda Seudang. 12 seniman muda asal Gampong Paloh Raya, Kecamatan Muara Batu, Aceh Utara sukses menghentak panggung utama PKA, dan mendapat histeria puluhan ribu penonton pada Selasa 7 November malam lalu.

Mereka beranggotakan Azhar, Efi, Jama, Dika, Zainon, Yanis, Syahril dan Nadi sebagai penari, sedangkan Aswin, dipanggil bang Wie sebagai Syahi (Penyair), kemudian Bahagia, Lukman dan Rusmunandar akrab disapa Adam sebagai pemusik.

Koordinator Sanggar Muda Seudang, Zulfachri A Jalil mengaku tak menyangka antusiasme penonton sangat tinggi. Apalagi, mereka baru pertama kali tampil di panggung besar setingkat provinsi. Sebelumnya hanya mengisi panggung-panggung kecil di kampung, kecamatan dan pernah sekali tampil di tingkat kabupaten.

Bacaan Lainnya

“Alhamdulillah, teman-teman tampil penuh semangat walau sempat sedikit demam panggung, namun riuh tepuk tangan malam itu membuat kami semakin percaya diri hingga pukulan rapai terakhir,” ungkap pemuda akrab disapa Feri.

Katanya, Muda Seudang sudah lama menanti tampil di panggung yang digelar empat tahun sekali itu. Jadi, ketika dihubungi perwakilan Pemkab Aceh Utara , ia dan teman-teman langsung mempersiapkan segala hal, termasuk mencari dukungan logistik dari berbagai pihak, terutama dari Camat Muara Batu, Bapak Munawir agar bisa berangkat ke Banda Aceh.

“Hampir sebulan penuh, kami latihan di Balee Blang (Balai di sawah ), sebagian jerih dari hasil kerja hari-hari kami sisihkan untuk biaya latihan. Karena tidak disediakan dana latihan, mengingat momen langka , mau tak mau kami bertekad harus tampil, cara tamita (caranya kita cari),alhamdulillah belakangan kami juga dapat dukungan dari Pak Munawir Camat Muara Batu,” ujar Feri.

Awalnya Feri sempat bingung, karena banyak persyaratan administrasi yang harus dipenuhi agar bisa menjadi salah satu peserta PKA, namun berkat bantuan Nyakman Lamjame, tokoh muda peduli seni tradisi, semua syarat-syarat tersebut teratasi.

Bahkan, lanjutnya , Nyakman Lamjame sangat membantu selama mereka di Banda Aceh, seperti sehari sebelum tampil, tim nya diharuskan gladi panggung, saat itu ia dan tim bingung harus berkomunikasi dengan siapa.

“Beruntung berkat upaya Bang Nyakman, kami bisa gladi, walau sempat dihapus oleh panitia karena terlambat hadir. Wajar, karena memang baru pertama kali tampil di Banda Aceh dengan panggung besar dan selengkap itu, Alhamdulillah, beliau terus membantu hingga pertunjukan selesai,” tambah Feri.

Setelah sukses di panggung utama,tambah Feri, esoknya mereka diminta tampil di panggung anjungan Pemkab Aceh Utara. Menariknya, setelah pertunjukan selesai sejumlah pengunjung meminta pose bersama, termasuk dari sejumlah pelajar etnis Tionghoa yang penasaran dengan seni Rapai Puloet Geurimpheng.

Sementara itu, Nyakman Lamjame menerangkan, pertunjukan Rapai Puloet Geurimpheng yang dimainkan Sanggar Muda Seudang sejurus dengan tema PKA ke-8 yaitu “Rempahkan Bumi, Pulihkan Dunia”.

Mengisahkan tentang pelestarian seni budaya Aceh, kisah Sultan Malikussaleh, kepahlawanan Cut Meutia melawan penjajah Belanda, dakwah Ulama Aceh di Nusantara hingga Asia Tenggara.

Kemudian kisah TeungkuFatahillah membawa peradaban ke pulau Jawa hingga Malaka. Lanjut Kejayaan Rempah Aceh masa lalu terutama Lada (emas hitam) yang sangat berharga hingga terkenal ke penjuru dunia.

Menurutnya, Rapai Puloet Geurimpheng paduan antara bermain Rapai dengan bersyair. Dimainkan delapan penabuh sekaligus penari disebut Aneuk Puloet. Sementara tiga orang sebagai pengiring dan satu orang sebagai Syahi atau penyair.

Permainan Rapai ini melewati beberapa babak. Diawali memberi salam, mengangkat tangan serentak disebut Saleum Aneuk Syahi, dilanjutkan dengan Saleum Rakan, diikuti Cakrum (Saman), kemudian gerakan dinamis serentak dengan tabuhan Rapai dinamakan Kisah, dimana syair disampaikan berisi pesan sesuai dengan tema acara, dan pada bagian akhir adalah Gambus.

Nyakman mengaku takjub dengan upaya dan semangat anggota Sanggar Muda Seudang asal desanya itu agar bisa tampil di panggung PKA ke-8.

“Semangat rekan-rekan saya di Paloh Raya luarbiasa, mereka tidak pernah berpikir untuk menang, yang penting bisa menampilkan Rapai Peulot Geurumpeng di hadapan penonton mereka sudah sangat puas, kalaupun menang, berarti itu bonus,” ujar Nyakman.

Menurutnya, semangat melestarikan seni tradisi seperti dilakukan Sanggar Muda Seudang harus diapresiasi banyak pihak, terutama pemerintah, karena di zaman serba digital saat ini, minat muda-mudi melestarikan seni tradisi sangat langka, apalagi Sanggar Muda Seudang selama ini bergerak hanya bermodal semangat tinggi dan doa.

“Berbeda dengan sanggar lain yang kebanyakan mendapat support dari berbagai pihak, Sanggar Muda Seudang jauh dari itu. Selama ini, mereka berjalan dengan modal semangat meuripee-ripee (tek-tek an) dari masyarakat kampung. Jadi sudah sepantasnya semangat ini harus benar-benar dijaga, jangan sampai bubar saat spirit sedang berkobar,” tegas Nyakman.

Sutradara Film Jalur Rempah “Laguna Teluk Samawi” ini juga mendesak pihak berkompeten, terutama Pemkab Aceh Utara peduli terhadap upaya pelestarian seni tradisi yang tumbuh sendiri di tengah-tengah masyarakat. Karena peduli itu tidak selalu berkonotasi “Sedot Uang APBK”.

“Mereka bisa difasilitasi, misalnya direkomendasi untuk mendapatkan dana hibah pusat seperti Dana Abadi Kebudayaan yang diluncurkan setiap tahun, kemudian dukungan dari CSR perbankan, atau perusahaan besar yang bercokol di Aceh. Kalau mereka cari sendiri, sudah pasti ditolak, jadi disini butuh peran Pj Bupati Aceh Utara mengetuk para pihak untuk membantu, upaya ini mudah dan tidak membebankan APBK,” pungkasnya.[Inview]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *