Nasir Jamil, Insiden Pengobatan Mata di RSUD Aceh Besar, Semua Pihak Coba Lihat Secara Proporsional

Nasir Jamil, Insiden Pengobatan Mata di RSUD Aceh Besar, Semua Pihak Coba Lihat Secara Proporsional

 

Anggota DPR RI dari Aceh, M. Nasir Jamil.

Bidik Indonesia. Com. | Jantho – Anggota DPR RI dari Aceh yang juga politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), M. Nasir Jamil, meminta semua pihak melihat secara jernih dan proporsional kasus pengobatan mata yang dialami Yusra Yunita, seorang ibu rumah tangga dari Gampong Rikieh, Kecamatan Indrapuri, Aceh Besar.

“Kita harus melihat dari berbagai sisi, termasuk aspek teknis penanganan medis serta kondisi pasien saat tiba di rumah sakit,” kata Nasir Jamil, Rabu (29/1/2025).

Menurutnya, jika kasus ini dipahami secara proporsional, termasuk dari sisi teknis medis, maka kesimpulan yang diambil akan lebih objektif dan tidak menimbulkan dugaan-dugaan yang justru memperkeruh keadaan.

Nasir juga menyesalkan adanya pernyataan yang dikaitkan dengannya terkait insiden tersebut. “Saya tidak pernah memberikan komentar soal ini. Siapa yang tega membuat pernyataan seolah-olah dari saya?” ujarnya.

Bacaan Lainnya

Namun, ia menegaskan bahwa jika memang ada kelalaian dari pihak RSUD Aceh Besar, maka manajemen rumah sakit harus bertanggung jawab.

“Sebaliknya, jika ada unsur kelalaian dari pasien atau keluarganya, misalnya keterlambatan dalam membawa pasien ke rumah sakit, maka hal itu juga harus dilihat secara adil oleh semua pihak,” tandas Nasir Jamil, yang juga mantan wartawan media lokal di Aceh.

Klarifikasi RSUD Aceh Besar Sebelumnya, Plt. Direktur RSUD Aceh Besar, dr. Susi Magdalena, MKM, telah memberikan klarifikasi terbuka terkait insiden ini.

“Obat mata diberikan pada 27 Desember 2024 dan, sesuai protokol, masa pakainya hanya tiga hari, hingga 29 Desember,” kata dr. Susi.

Ia menjelaskan bahwa penggunaan obat hingga 31 Desember masih sesuai regulasi, karena menjelang tahun baru, rumah sakit harus mengeluarkan obat yang sesuai dengan tanggal tersebut. “Jika obat itu tidak diberikan, justru akan menjadi temuan bagi pengawas. Intinya, obat yang diberikan masih dalam masa pakai, bukan kedaluwarsa,” ujarnya.

Dari hasil investigasi RSUD Aceh Besar, ditemukan bahwa pasien hanya menggunakan obat sekali dari dosis yang direkomendasikan, yakni dua tetes setiap dua jam. “Kondisi penglihatan pasien memburuk bukan karena obat, melainkan akibat infeksi yang sudah berlangsung empat hari sebelum dibawa ke rumah sakit,” jelas dr. Susi.

Pasien awalnya datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Aceh Besar pada 27 Desember 2024 karena nyeri mata akibat percikan lumpur. Ia kemudian diarahkan ke poli spesialis mata dan diberikan resep obat Natacen, yang diambil dari depo IGD.

Pada 28 Desember, pasien kembali ke IGD dengan keluhan kondisi mata yang memburuk setelah menggunakan obat tersebut. “Kami sudah menyarankan pasien untuk dirawat inap atau dirujuk ke rumah sakit lain, tetapi pasien menolak. Akhirnya, ia secara mandiri pergi ke RS Meuraxa untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut,” kata dr. Susi.

Pasien dirawat di RS Meuraxa hingga 1 Januari 2025, lalu melanjutkan pengobatan ke RS Harapan Bunda melalui rujukan dari Puskesmas Indrapuri. Namun, pada 10 Januari 2025, pasien mengajukan komplain ke RSUD Aceh Besar, menuduh bahwa obat yang diberikan sudah kedaluwarsa.

Setelah menerima laporan tersebut, tim farmasi RSUD Aceh Besar langsung melakukan investigasi ke rumah pasien. “Kami memastikan bahwa obat Natacen diberikan sesuai prosedur dan masih dalam masa pakai. Edukasi penggunaan obat juga telah disampaikan kepada pasien, termasuk larangan penggunaan setelah masa kedaluwarsa,” tegas dr. Susi.

Ia menjelaskan bahwa efek samping seperti mata merah, gatal, atau perih adalah reaksi umum dari obat tersebut. “Kondisi pasien yang memburuk lebih disebabkan oleh infeksi dan jamur yang sudah parah saat pertama kali datang, bukan karena obat yang diberikan,” tambahnya.

RSUD Aceh Besar menegaskan bahwa mereka tidak menelantarkan pasien dan telah menawarkan berbagai opsi perawatan, termasuk rawat inap dan rujukan ke rumah sakit lain. “Kami bertindak sesuai prosedur medis. Tuduhan penggunaan obat kedaluwarsa tidak berdasar karena obat yang diberikan masih layak pakai,” kata dr. Susi.

Ia menambahkan bahwa insiden ini telah ditelusuri oleh Komite Medik (Komdik), dan sejauh ini, semua tindakan medis yang dilakukan telah sesuai prosedur.

“Kami berharap kasus ini menjadi pelajaran bagi semua pihak untuk memahami prosedur medis dan pentingnya edukasi penggunaan obat. Kami juga mengimbau masyarakat agar melaporkan keluhan langsung ke unit komplain rumah sakit agar dapat ditindaklanjuti dengan cepat dan tepat,” tutup dr. Susi.