Tubaba, Bidikindonesia,- Perihal dana hibah senilai Rp1,7 Milyard untuk rehabilitasi masjid Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung di Kota Bandar Lampung yang berasal dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tulang Bawang Barat (Tubaba) terus menjadi perhatian publik.
Pasalnya sejumlah elemen menilai hibah yang bersumber dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tubaba itu tidak sepatutnya diberikan kepada Kejati lantaran berpotensi terjadinya ‘gratifikasi’ yang dapat melemahkan penegakan hukum di Kabupaten berjuluk Ragem Sai Mangi Waway tersebut.
Apalagi proyek berpagu anggaran nyaris Rp 2 Milyard itu dikelola oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Tubaba, yang diketahui setiap tahun menjadi langganan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Terlebih diketahui, proyek yang akan berlangsung pada 2023 mendatang ini dikerjakan oleh Cv Manunggal Sulton Raya yang berasal dari Lampung Utara.
Untuk itu, setidaknya tanggapan sejumlah pihak ini diharapkan dapat menjadi bahan efaluasi Pemkab Tubaba terkhusus Penjabat (Pj) Bupati setempat dalam kebijakan tersebut.
Seperti yang dikatakan Juendi Leksa Utama, Ketua Lampung Corruption Watch (LCW), menurutnya pemberian hibah harus memenuhi kriteria peruntukannya secara spesifik serta bersifat tidak wajib, tidak mengikat, dan tidak secara terus menerus setiap tahun anggaran. Kecuali, kepada pemerintah pusat dalam rangka mendukung penyelenggaraan pemerintahan daerah untuk keperluan mendesak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan atau ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan.
Juendi juga mengungkap, bantuan hibah tersebut harus memberikan nilai manfaat bagi pemerintah daerah dalam mendukung terselenggaranya fungsi pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan, memenuhi persyaratan penerima hibah.
Hibah kepada Pemerintah Pusat diberikan kepada satuan kerja dan kementerian/ lembaga pemerintah non kementerian yang wilayah kerjanya berada dalam daerah yang bersangkutan.
“Untuk kabupaten Tubaba selayaknya bantuan hibah di berikan kepada masjid atau tempat ibadah yang ada di wilayah tersebut,” ujarnya saat dihubungi via telepon selular pada Sabtu, 24 Desember, 2022.
Hal ini sesuai dengan Pasal 6 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 123 Tahun 2018 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Sesuai dengan Pasal 8 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 2016, Pemerintah Pusat, pemerintah daerah lain, Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, badan dan lembaga, serta organisasi kemasyarakatan dapat menyampaikan usulan hibah secara tertulis kepada kepala daerah.
Usulan tersebut akan dievaluasi oleh SKPD terkait yang telah ditunjuk kepala daerah, selanjutnya kepala SKPD terkait akan menyampaikan hasil evaluasi berupa rekomendasi kepada kepala daerah melaui TAPD.
Selanjutnya, pemberian hibah ini akan dituangkan dalam NPHD yang ditandatangani bersama oleh kepala daerah dan penerima hibah. (Pasal 13 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 123 Tahun 2018.
NPHD ini paling sedikit memuat ketentuan mengenai pemberi dan penerima hibah tujuan pemberian hibah, besaran/ rincian penggunaan hibah yang akan diterima, hak dan kewajiban, tata cara penyaluran/ penyerahan hibah dan tata cara pelaporan hibah.
“Pemberian hibah harus jelas tujuanya apa dan terkait dengan nominalnya juga harus penuh pertimbangan, apa lagi dana 1,7 Milyard bukan jumlah yang sedikit, ada apa dengan itu semua?,” tutur Juendi.
Penerima Hibah berupa uang menyampaikan laporan penggunaan hibah kepada kepala daerah melalui PPKD dengan tembusan SKPD terkait Pasal 16 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011.
Pertanggungjawaban penerima hibah meliputi, laporan penggunaan hibahsurat pernyataan tanggung jawab yang menyatakan bahwa hibah yang diterima telah digunakan sesuai NPHD, dan bukti-bukti pengeluaran yang lengkap dan sah sesuai peraturan perundang-undangan bagi penerima hibah berupa uang atau salinan bukti serah terima barang/ jasa bagi penerima hibah berupa barang/ jasa.
“NPHD adalah Naskah Perjanjian Hibah Daerah yaitu naskah perjanjian hibah yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah antara pemerintah daerah dengan penerima hibah,” tutup Juendi Leksa.
Sebelumnya telah di lansir berita Penjabat (PJ) Bupati Tubaba, Zaidirina, menuturkan terkait hibah rehabilitasi masjid Kajati Lampung yang diberikan Pemkab Tubaba tersebut sudah sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan, serta terkait realisasi ABPD Pemkab Tubaba dapat dirasakan manfaatnya oleh semua pihak.
“Memangkan ada permohonan, kemudian hasil dari tim panitia anggaran menyatakan itu layak kita bantu ya kita bantu, dan mereka kan tidak di anggarkan melalui APBN dan juga APBD Provinsi kebetulan proposal mereka masuk ya kita bantu, jadi keuntungan nya bagi kita ya kita sudah membantu untuk membangun masjid,” tuturnya.
Meski demikian banyak warga Tubaba menyayangkan hibah tersebut terlebih wilayah itu tahun 2023 mengalami defisit sebesar 20 miliar, belum lagi hutang SMI yang masih harus d bayar. Sementara masih banyak kantor dinas terkait yang belum dibangun atau dibuatkan di Tubaba karena keterbatasan anggaran.(JAKY)