BANDA ACEH , Bidikindonesia.com Rancangan Peraturan Gubernur (Ranpergub) Aceh tentang Tata Kelola dan Sistem Informasi Cadangan Pangan Aceh yang tengah dalam proses perumusan, perlu adanya harmonisasi regulasi dengan Kementerian Dalam Negeri RI.
Bertempat di Aula Badan Penghubung Pemerintah Aceh Jakarta, Tim Perumus Ranpergub menghadiri fasilitasi dan harmonisasi Ranpergub Tata Kelola dan Sistem Informasi Cadangan Pangan bersama Ditjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri RI.
Agenda fasilitasi dan harmonisasi yang berlangsung pada Rabu (6/12/2023) ini turut mengundang tim perumus Ranpergub yang dikoordinir oleh Biro Hukum Setda Aceh, Dinas Pangan Aceh dan tim ahli dari 3 Universitas di Aceh; Universitas Syiah Kuala (USK), UIN Ar-Raniry Banda Aceh, dan Universitas Serambi Mekkah.
Provinsi Aceh dalam Qanun 11/2022 tentang Penyelenggaraan Cadangan Pangan Aceh sudah mengamanatkan perlunya ketentuan teknis peraturan pelaksana penyelenggaraan Cadangan Pangan yang diatur dalam Pergub.
Ketua Tim Ranpergub Tata Kelola dan Sistem Informasi Cadangan Pangan, Dr. T. Saiful Bahri, M.P dalam paparan menyampaikan bahwa Ranpergub ini memiliki kekhasan jika dibandingkan dengan provinsi lainnya, dimana adanya klausul kebutuhan cadangan pangan untuk mencukupi masa 3 bulan konsumsi masyarakat Aceh.
Lebih lanjut, Saiful yang juga Dosen Agribisnis Fakultas Pertanian USK menegaskan pentingnya Pergub Tata Kelola dan Sistem Informasi Cadangan Pangan Aceh guna menjaga ketahanan pangan sekaligus membangun ekosistem usaha pangan di Aceh.
Perumusan Ranpergub Tata Kelola dan Sistem Informasi Cadangan Pangan Aceh memperoleh dukungan pendanaan riset dari Program Matching Fund Kedai Reka Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, melalui kemitraan antara USK dengan Dinas Pangan Aceh.
Kasi Cadangan Pangan Dinas Pangan Aceh, Salman, S.E. AK., MM., yang ikut serta dalam pertemuan FGD fasilitasi dan harmonisasi Ranpergub, mewakili SKPA yang mengurusi masalah pangan mengutarakan, urgensi Ranpergub Tata Kelola dan Sistem Informasi Cadangan Pangan Aceh sebagai tindak lanjut dari turunan Peraturan Presiden (PERPRES) 125/2022 tentang Penyelenggaraan Cadangan Pangan Pemerintah Pusat dan Qanun Aceh 11/2022 tentang Penyelenggaraan Cadangan Pangan.
“Dinas Pangan Aceh sangat concern dengan masalah cadangan pangan ini, salama masa 6 bulan kita sudah melakukan kajian perumusan dan studi lapangan di dalam dan luar daerah. Dengan adanya proses fasilitasi dan harmonisasi ini, semoga Pergub ini dapat ditetapkan pada tahun 2023.” kata Salman yang merupakan putra daerah Ulim, Pidie Jaya itu.
Berdasarkan hasil fasilitiasi dan harmonisasi Ranpergub Tata Kelola dan Sistem Informasi Cadangan Pangan Aceh, Direktorat Produk Hukum Daerah Ditjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri RI memberikan apresiasi atas selesainya perumusan Ranpergub yang merupakan amanat dari Qanun 11/2022 tentang Penyelenggaran Cadangan Pangan.
Ivo Arzia Isma, SH, MH, yang merupakan Ketua Tim Kerja VI Pembinaan dan Evaluasi Produk Hukum Daerah menjelaskan bahwa Kemendagri dapat mengakomodir ketentuan ketentuan yang diatur dalam Ranpergub Tata Kelola dan Sistem Informasi Cadangan Pangan Aceh.
“Kemendagri mendukung sepenuhnya hasil pengajuan Ranpergub dan akan segera menerbitkan hasil fasilitasi dan harmonisasi sebagai rekomendasi untuk penetapan Pergub”. ujar Ivo.
Kegiatan fasilitasi dan harmonisasi Ranpergub ini nantinya akan memberikan kepastian segala ketentuan sudah sesuai dengan regulasi ditingkat pusat dan akan dilanjutkan dengan penyusunan Juknis dan Juklak Tata Kelola Cadangan Pangan Aceh.
Proses perumusan Pergub Cadangan Pangan ini setidaknya menghasilkan 3 inovasi yaitu;
Pertama, Adanya pengelolaan secara dinamis (dynamic stock) cadangan pangan untuk komersialisasi dan penyimpanan, kedua, rancangan sistem pengelolaan Cadangan Pangan oleh Badan Usaha Milik Aceh (BUMA).
Serta ketiga, pelibatan Lembaga Keuangan Syariah dan Baitul Mal Aceh sebagai sumber pendanaan kegiatan cadangan pangan.
Sementara itu, Wakil Ketua Tim Perumus, Dr. Ir. Rahmat Fadhil, M.Sc. menambahkan, Ranpergub Tata Kelola dan Sistem Informasi Cadangan Pangan Aceh ini memiliki beberapa kearifan yang bertujuan untuk memperkuat pengelolaan pangan di Aceh secara berkelanjutan.
Rahmat Fadhil menerangkan, bahwa pengelolan secara dynamic stock diadopsi berdasarkan hasil kajian yang pernah dilakukan di Provinsi DI Yogyakarta.
“Kita berharap nantinya Badan Usaha Milik Aceh dapat ikut serta dalam mengelola Cadangan Pangan di Aceh dengan adanya skema bisnis revolving stock cadangan pangan” jelas Rahmat Fadhil yang juga Direktur Direktorat Prestasi dan Kewirausahaan USK.
Lebih lanjut, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Ar-Raniry Banda Aceh, Hafizh Maulana, SP, SHI, ME, yang turut hadir membersamai forum tersebut juga memberikan keterangan bahwa kearifan Aceh dengan adanya Baitul Mal juga diakomodir dapat ikut serta untuk sumber pendanaan cadangan pangan untuk pengentasan kemiskinan akibat kekurangan gizi.
“Keberadaan Baitul Mal Aceh untuk penyaluran dana ZIS untuk masyarakat miskin berpeluang dilakukan kolaborasi dengan Dinas Pangan Aceh, dalam hal penyaluran bantuan pangan untuk masyarakat gizi buruk seperti stunting,” ungkap Hafizh yang juga Kepala Laboratorium FEBI UIN Ar-Raniry.
Kebijakan tata kelola Cadangan pangan merupakan kolaborasi riset antara Universitas Syiah Kuala dan Dinas Pangan Aceh.
Riset ini mendapatkan dukungan pendanaan hibah kompetitif nasional dalam Program Matching Fund Kedai Reka Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia.
Riset Kolaborasi Matching Fund Kedai Reka merupakan kolaborasi para akademisi dari 3 kampus besar di Aceh yaitu Dr. T. Saiful Bahri, M.P dan Dr. Ir. Rahmat Fadhil, M.Sc dari Universitas Syiah Kuala, Hafiizh Maulana, S.P., SHI., M.E dari Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry Banda Aceh, dan Dr. Juli Firmansyah dari Universitas Serambi Mekkah.
Keberadaan Ranpergub Cadangan Pangan ini diharapkan dapat menjaga ketahanan pangan sekaligus menghidupkan ekosistem usaha pangan yang ada di Aceh.
Pelibatan BUMA, Pelaku Usaha Pangan, dan BUMG dalam pengelolaan Cadangan Pangan menjadi komponen penting untuk membangun ekosistem usaha pangan di Aceh secara mandiri dan berdaulat.[Harianreportase]