Angka Perceraian di Aceh Meningkat, Ini Penyebabnya

Angka Perceraian di Aceh Meningkat, Ini Penyebabnya

Banda Aceh | BidikIndonesia – Kasus perceraian di Aceh menunjukkan tren yang mengkhawatirkan, dengan 3.000 kasus tercatat pada tahun 2022 melonjak menjadi 5.000 kasus pada tahun 2023.

“Ini adalah fenomena serius yang harus kita cegah bersama,” ujar Pj Ketua Tim Penggerak PKK Aceh, Safriati beberapa waktu lalu dalam sebuah seminar.

Safriati menekankan bahwa meningkatnya angka perceraian di Aceh tidak bisa dilepaskan dari berbagai isu sosial yang mengancam generasi muda, termasuk rendahnya tingkat pendidikan.

Saat ini, rata-rata anak di Aceh hanya menyelesaikan pendidikan hingga tingkat SMP, yang turut berkontribusi pada masalah ketahanan keluarga.

“Tingkat pendidikan yang rendah menjadi salah satu faktor lemahnya ketahanan keluarga. Pendidikan adalah kunci untuk membangun generasi yang lebih baik dan keluarga yang lebih kuat,” ungkapnya.

Bacaan Lainnya

Sebagai upaya pencegahan, Safriati menekankan pentingnya penerapan syariat Islam dalam melindungi keluarga dari pengaruh negatif, seperti narkoba, judi, dan perilaku menyimpang.

Ia berharap puluhan ribu kader PKK di Aceh dapat berperan aktif dalam mendeteksi masalah keluarga secara dini. Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang memiliki peran besar dalam mencegah bahaya seperti narkoba, judi, dan perilaku LGBT.

“Kader PKK harus menjadi ujung tombak dalam mengedukasi masyarakat,” tegas Safriati.

Dalam seminar tersebut, Safriati juga berbagi pengalamannya saat mengunjungi Lapas Anak dan Lapas Wanita di Aceh. Ia menemukan fakta yang mencengangkan bahwa 80 persen penghuni lapas wanita terlibat dalam kasus narkoba.

“Ini adalah masalah serius yang harus kita hadapi bersama. Jika narkoba terus mengancam generasi kita, masa depan Aceh akan berada dalam bahaya,” ujarnya.

Melihat kompleksitas tantangan yang dihadapi, Safriati mengajak semua komponen masyarakat, mulai dari pemerintah, lembaga keagamaan, hingga organisasi masyarakat, untuk bergerak bersama memperkuat ketahanan keluarga.

“Membangun keluarga yang sehat dan berkelanjutan adalah modal untuk masa depan kita,” tutupnya.[Masakini]