puluhan warga menggelar aksi unjuk rasa di area perkebunan sawit milik perusahaan tersebut. Aceh Timur, Sabtu, 25/01/2025. Dok: Jaka bidik Dok.
ACEH TIMUR, bidikindonesia.com, Konflik agraria yang melibatkan PT Bumi Flora dan warga Kecamatan Banda Alam, Aceh Timur, kembali mencuat setelah puluhan warga menggelar aksi unjuk rasa di area perkebunan sawit milik perusahaan tersebut. Sabtu 25/01/2025.
Dalam aksinya, warga menuntut pengembalian lahan yang mereka jual secara terpaksa di masa konflik bersenjata antara Pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (RI-GAM) dua dekade silam. Warga mengungkapkan bahwa penjualan lahan tersebut dilakukan demi menghindari tuduhan keterlibatan dengan kelompok GAM.
“Dulu kami terpaksa menjual lahan ini hanya seharga seratus ribu rupiah per kapling agar tidak dicap sebagai anggota Gerakan Pengacau Keamanan,” ujar Tgk Jamaluddin dalam orasinya di lokasi aksi.
Tuntutan warga didasarkan pada dugaan pelanggaran dalam proses pembukaan lahan untuk perkebunan sawit oleh PT Bumi Flora. Perusahaan tersebut diduga menguasai tanah negara melalui Hak Guna Usaha (HGU) sejak 1990, dengan menyerobot lahan warga seluas 3.400 hektare. Konflik ini tidak hanya melibatkan Kecamatan Banda Alam, tetapi juga sejumlah kecamatan lain seperti Peudawa, Idi Tunong, Darul Ikhsan, Idi Timur, dan Ranto Peureulak.
Warga menilai proses perolehan HGU tersebut tidak memberikan perlindungan hukum yang adil bagi masyarakat lokal yang terdampak. Mereka meminta Pemerintah Kabupaten Aceh Timur untuk segera menuntaskan konflik ini dan mengembalikan hak kepemilikan lahan kepada warga.
“Kami ingin kejelasan hukum atas tanah kami yang telah menjadi bagian dari luka lama masa perang. Pemerintah harus bertindak tegas agar konflik ini tidak terus berlarut-larut,” tambah Tgk Jamaluddin.
Konflik lahan yang melibatkan PT Bumi Flora ini mencerminkan ketimpangan agraria yang masih membayangi Aceh, meskipun perdamaian antara RI dan GAM telah berlangsung selama 19 tahun. Warga berharap pemerintah dapat memulihkan keadilan dan menghormati hak-hak masyarakat setempat.
Hingga berita ini diturunkan, pihak PT Bumi Flora dan pemerintah daerah belum memberikan tanggapan resmi terkait tuntutan warga tersebut.