Pimpinan DPRA Bersama Mualem Sepakati KUA dan PPAS TA 2026

Pimpinan DPRA Bersama Mualem Sepakati KUA dan PPAS TA 2026

Banda Aceh|BidikIndonesia.com – Dewan Perwakilan Rakyat Aceh bersama Gubernur Aceh, Muzakir Manaf alias Mualem resmi menyepakati Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (KUA dan PPAS) Tahun Anggaran 2026.

Kesepakatan itu berlangsung dalam penandatanganan persetujuan KUA dan PPAS ditandatangani oleh seluruh pimpinan DPRA bersama Gubernur Aceh Mualem, serta disaksikan oleh sejumlah anggota DPRA,  berlangsung dalam rapat paripurna di Gedung Parlemen, Jumat 14 November 2025.

“Alhamdulillah dewan telah menyepakati kebijakan umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) dan prioritas plafon sementara anggaran tahun 2026,” kata Zulfadhli saat memimpin rapat tersebut.

Dia juga mengatakan bahwa penetapan ini telah dilakukan sesuai dengan tata tertib penyusunan KUA dan PPAS. Sehingga mereka telah melakukan pembahasan intens bersama Tim Anggaran Pemerintah Aceh.

“Banggar bersama TAPA telah membahas maraton siang dan malam terhadap KUA dan PPAS sehingga disepakati paripurna DPRA penandatanganan acara hari ini,” katanya.

Bacaan Lainnya

Untuk diketahui, Koordinator Masyarakat Transparansi Anggaran (MaTA), Alfian, menilai proses penyerahan dan pembahasan Rancangan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) Aceh 2026 antara Pemerintah Aceh dan DPRA pada Rabu, 12 November 2025 berpotensi menghasilkan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (RAPBA) yang tidak berkualitas.

Menurutnya, pembahasan yang berlangsung dalam waktu singkat dan tanpa keterbukaan publik itu berisiko mengabaikan prinsip transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah.

“Ini bukan dokumen yang bisa dibaca sekilas, apalagi dibahas serius dalam waktu dua hari. Pertanyaannya, apa mungkin dua hari selesai dibahas dan melahirkan RAPBA yang berkualitas,” kata Alfian.

Ia menjelaskan, secara lazim penyerahan KUA-PPAS dilakukan secara resmi melalui rapat paripurna DPRA. Pada forum terbuka itu, Pemerintah Aceh biasanya menyampaikan tema pembangunan tahun berikutnya, target pendapatan dan belanja, sasaran prioritas, serta fokus isu strategis seperti penurunan angka kemiskinan dan peningkatan layanan dasar.

“Jadi bukan diserahkan diam-diam di ruang tertutup. Paripurna itu forum resmi dan terbuka agar publik tahu arah pembangunan daerah ke depan seperti apa,” ujarnya.

MaTA menilai proses yang tertutup dan super cepat tersebut menimbulkan dugaan bahwa pembahasan telah dilakukan secara informal di luar mekanisme resmi.

“Kita tidak menolak percepatan, tapi percepatan jangan sampai mengorbankan kualitas dan keterbukaan. Publik berhak tahu bagaimana arah kebijakan anggaran disusun dan sejauh mana kepentingan masyarakat diakomodir,” kata Alfian.

Ia menegaskan, KUA-PPAS merupakan dokumen strategis yang menentukan arah RAPBA sehingga seharusnya dibahas secara mendalam oleh komisi-komisi dan badan anggaran.

“Kalau prosesnya hanya formalitas dua hari, sulit diharapkan RAPBA yang dihasilkan nanti bisa menjawab persoalan pembangunan, kemiskinan, atau pelayanan publik,” kata Alfian.

MaTA mendesak DPRA dan Pemerintah Aceh membuka dokumen KUA-PPAS 2026 ke publik dan memberi waktu wajar untuk pembahasan substantif.

“Jangan hanya mengejar ketepatan waktu pengesahan, tapi mengorbankan kualitas anggaran. Kalau pembahasannya kejar tayang, APBA nanti hanya jadi angka-angka tanpa arah dan jelas merugikan rakyat Aceh,” ujar Alfian.

Ia mengingatkan agar visi pembangunan Aceh menuju kesejahteraan tidak berubah menjadi kepentingan segelintir elit.

“Anggaran Aceh jangan dijadikan bancakan. Itu tidak mencerminkan semangat perubahan yang selama ini disampaikan,” tegasnya.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *