Jejak Rempah Samudra Pasai Ramai di Kunjungi Warga di Anjungan Aceh Utara Pada PKA Ke-8

Jejak Rempah Samudra Pasai Ramai di Kunjungi Warga di Anjungan Aceh Utara Pada PKA Ke-8

BANDA ACEH, Bidikindonesia.com Pemerintah Kabupaten Aceh Utara Aceh pamerkan jejak rempah Samudra Pasai dalam acara perhelatan Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) ke-8, yang sedang berlangsung saat ini di Taman Ratu Sultanah Safiatuddin Kota Banda Aceh, provinsi Aceh.

Selain itu, pantauan haba RAKYAT pada, Kamis 9 November 2023, banyak masyarakat dari berbagai daerah datang dan melihat-lihat anjungan Aceh Utara.

Ada pengunjung yang mengapresiasi Pemkab Aceh Utara, “iya karena telah memamerkan dokumen – dokumen (catatan penting) tentang peran Bandar Sumatra atau Samudra Pasai sebagai sebuah Bandar terpadat di kawasan Asia Tenggara,” ungkapnya.

Pemandu anjungan Aceh Utara Laras Mufasya bersama rekannya Nanik Sudartik saat ditemui di stand Aceh Utara menjelaskan, “Sumatra Pasai atau Samudra Pasai adalah dua toponimi yang digunakan untuk menyebutkan sebuah kerajaan Islam yang mendunia antara periode abad ke 13 sampai awal abad 16 Masehi yang lokasinya berada di bagian utara Aceh hari ini“, sebutnya.

“Aceh Utara tentu saja sejarahnya tidak bisa dilepaskan dari kegemilangan sejarah Sumatra Pasai beberapa abad silam. Salah satu jejak epic kesultanan yang didirikan oleh Sultan Al Malik Ash Shalih ini adalah tentang rekaman laporan penjelajah – penjelajah dunia mengenai eksisitensi komoditi rempah dan pelabuhan-pelabuhannya yang besar kala itu, ditambah lagi jejak arkeologis mengenai hubungan yang sangat harmonis dengan negara pusat penghasil rempah terbesar di dunia, yaitu India,” paparnya.

Bacaan Lainnya

Diterangkan juga bahwa, Sukarna Putra peneliti sejarah Islam dari LSM Cisah yang juga kurator Museum Islam Samudra Pasai berkontribusi penuh dalam menyajikan data – data outentik kesejarahan.

Sukarna menjelaskan, untuk bagian Seuramoe keu (serambi depan) akan menampilkan jejak periodeisasi masa kesultanan Sumatra Pasai, dimulai dengan tema, “tokoh sebelum masa kesultanan (abad 7 Hijriyah/13 Maseh), kemudian diteruskan “tokoh kesultanan Periode 1 (abad 7-8 Hijriyah (13-14 masehi), “tokoh kesultanan periode 2 (abad 9 Hijriayah/15 masehi), dan “tokoh kesultanan periode 3 (abad 10 Hijriyah/16 masehi).

Selain itu, Anjungan Aceh Utara juga menampilkan beragam artefak tinggalan sejarah Sumatra Pasai: 1. Numismatika (dirham/gold coin, keuh/lead coin Sumtara Pasai, koin Sultan Muhammad Thughlaq, koin dari China, koin Sultan Muzaffar Syah Malaka).

2. Ragam perhiasan masa Sumatra Pasai (Manik-manik, gantungan kalung emas, gelang dan cincn chettiar, dan lain-lain), 3. Batu nisan, untuk menampilkan wujud tipologi batu nisan Pasai, 4. Ragam fragmen keramik dari beberapa negara-negara luar serta periode masanya, dan beberapa jenis artefak lain.

Sesuai dengan tema yang diusung Aceh Utara dalam mengikuti perhelatan PKA ke-8, tentang jalur rempah kali ini akan menjadi salah satu desain pajangan yang ditampilkan. Tentunya, bertujuan untuk diketahui dan dipahami masyarakat, bahwa pusat kesultanan Sumatra Pasai (Aceh Utara) adalah salah satu spot titik Jalur Rempah Nusantara yang telah ditetapkan oleh pemerintah melalui Kemendikbud-Ristek Indonesia, urainya.

Laporan-laporan penjelajah dunia saat lawatannya ke Sumatra Pasai telah diterbitkan dalam beberpa karya meraka tentang komoditi rempah yang ada di sana, seperti yang disampaikan seorang penjelajah dunia asal Maroko, Ibnu Bathuththah dalam laporan kunjungannya ke Sumatra Pasai diberi tajuk Tuhfah An Nadzhar menjelaskan, “komoditi unggalan yang ada di sana pada pertengahan abad 14 masehi adalah kelapa, pinang, cengkeh, dan kemenyan Hindia”.

Tak hanya itu, Sulaiman Al Mahri yang dijuluki Al Mua’allimuh Bahr (sang navigator laut) menjelaskan dalam karyanya Al-Minhaj Al-Fakhir dalam lawatannya di awal abad ke 16 Masehi, “Bandar Sumatra Pasai adalah sebuah bandar yang ramai dan besar, dan komoditi unggulan saat itu adalah sutra, lada, dan emas,” terang pemandu.

Yang terakhir adalah, surat Sultan Zainal Abidin IV kepada Kapitan Mor (Potugis) juga menyiratkan hal serupa, bahwa rempah-rempah masih menjadi komoditi yang tidak bisa dipisahkan di Sumatra Pasai sampai akhirnya kesultanan itu, pungkasnya.[habaRAKYAT]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *