NAGAN RAYA, Bidikindonesia.com PT Kalista Alam baru membayar denda ganti rugi kebakaran hutan gambut di Nagan Raya, Rp57,1 miliar atau setara 50 persen dari total nilai ganti rugi lingkungan sebesar Rp114,3 miliar yang harus dibayarkan ke kas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI.
PN Meulaboh mengabulkan seluruh nilai gugatan dengan menghukum PT Kallista Alam agar membayar denda sebesar Rp366 miliar.
Hukuman Rp336 miliar tersebut terbagi dari Rp114 miliar uang tunai kepada KLHK atau ke kas negara, dan Rp251 miliar untuk pemulihan lingkungan atas lahan yang terbakar terbakar lebih kurang seluas 1.000 hektare.
Pembayaran ganti rugi tersebut menindaklanjuti putusan Pengadilan Negeri Meulaboh Nomor 12/PDT.G/2012/ PN.MBO Jo Putusan Pengadilan Tinggi Banda Aceh Nomor 50/PDT/2014/PTBNA Jo.
Putusan Mahkamah Agung Nomor 651 K/PDT/2015 Jo putusan Mahkamah Agung Nomor 1 PK/Pdt/2017 yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) sebesar Rp57,1 miliar.
Ditjen Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum KLHK), Dr. Rasio Ridho Sani, M.Com, MPM kepada wartawan mengatakan, langkah eksekusi putusan MA terus dilakukan hingga Kalista Alam menyatakan komitmen membayar ganti rugi materil sebesar Rp114,3 miliar. Pemulihan hutan harus diawasi semua stakeholder.
Menanggapi hal itu, Direktur Eksekutif Aceh Wetland Foundation (AWF), Yusmadi mengatakan, hukuman atas kejahatan lingkungan yang dilakukan oleh PT Kalista Alam juga harus diketahui oleh publik secara terang-benderang.
Apalagi tindakan pemulihan lingkungan hidup yang dilakukan perusahaan ini secara mandiri di areal 1.000 hektare lahan gambut yang dibakar perlu dilakukan secara transparan.
“Apalagi nilainya mencapai Rp251 miliar. Jangan hanya menanam lalu mengklaim sudah membayar kompenasi, karena ada banyak kegiatan yang harus dipenuhi untuk ekologi dan ekonomi masyarakat,” sebut Yusmadi.
Karena menurut Yusmadi, pemulihan ekosistem gambut harus dilaksanakan dengan prinsip mengembalikan air dan vegetasi, serta peningkatan perikehidupan masyarakatnya (sosial, budaya, dan ekonomi) atau dengan kata lain “Rewetting, Revegetation, and Improve local communities livelihood.”.
Kasus ini bermula ketika KLHK menggugat perdata PT Kallista Alam karena dinilai telah melakukan perusakan lingkungan hidup dengan membakar sekitar 1.000 hektare hutan yang berada dalam Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) pada 2012 lalu.
PN Meulaboh kemudian mengabulkan seluruh nilai gugatan tersebut dengan menghukum PT Kallista Alam membayar denda sebesar Rp366 miliar.
PT Kallista Alam lalu mengajukan banding yang kemudian ditolak oleh Pengadilan Tinggi (PT) Banda Aceh dan menguatkan vonis itu. Upaya kasasi dan peninjauan kembali PT Kallista Alam juga ditolak oleh Mahkamah Agung (MA).[Pikiranaceh]